Rabu, 26 November 2008

RELASI HAK ASASI, CIVIL SOCIETY DAN DEMOKRASI

Oleh: Karel K.Arsima, S.Pd
 
Problem yang dialami Bangasa Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang adalah kurang sadarnya tentang relasi HAM, civil society dan demokrasi. Problem ini bisa diketahui dari peranan ketiga komponen tersebut. Ketiga komponen diatas menjadi tombak dalam pembangunan persatuan dan kesatuan suatu Negara. Namun secara kasat mata ketiga komponen sering diabaikan, sehingga yang terjadi adalah krisis hak asasi manusia yang dapat mengakibatkan kerapuhan penegakkan demokrasi. 

PENGERTIAN 
Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap pribadi. Paradigma HAM setiap orang selalu berbeda-beda sesuai cara pandang dari yang mendefinisikannya. Hak asasi manusia adalah suatu harkat dan martabat serta kodrat manusia, oleh karena itu sebagai hak dasar, hak asasi itu ada pada diri manusia dan merupakan sifat kemanusiaan (Soeparto:1993). Menurut John Locke dalam buku Treauses of government (1993) HAM adalah bebas dan mempunyai hak-hak yang sama satu sama lain. Dari pandangan dari berbagai toko diatas memberikan gambaran bahwa segalah hak yang berakar dari harkat, martabat serta kodrat manusia adalah hak yang timbul sejak manusia dalam kandungan. Hak ini berlaku secara universal, dimana saja dan kapan saja, dan oleh siapa saja. Hak ini tidak bergantung pada pengakuan dari manusia lain juga tidak pada suatu Negara atau masyarakat. Hak ini diperoleh dari pencipta-Nya, dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.  
Civil society
Secara etimologis civil society berasal dari dua kata yakni civil dan society. Civil artinya sipil, society artinya masyarakat yang berusia dan terbuka dalam kemajemukan. Civil society adalah masyarakat sipil yang berada dan terbuka dalam kemajemukan. Lebih tegas disampakan oleh Toquueville civil society wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain: kesukarelaan (voruntary), kesewasembadaan (self-geneting), kemandirian tinggi berhadapan dengan Negara, dan keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warga negaranya. 
Demokrasi 
Secara etimologis demokrasi berasal dari dua kata demos dan kratein. Demos artinya rakyat, kratein artinya pemerintah. Jadi demokrasi adalah pemerintah yang berasal dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Menurut Durverger demokrasi adalah cara pemerintah dimana golongan yang memerintah dan golongan yang diperintah itu adalah sama dan tidak terpisah-pisah. Artinya satu sistem pemerintahan Negara dimana dalam pokoknya semua orang (rakyat) adalah berhak untuk memerintah dan diperintah.

PERANAN HAM, CIVIL SOCIETY DAN DEMOKRASI DI INDONESIA  
Penegakan Demokrasi 
Gerakan prodemokrasi di Indonesia sudah mulai tampak dalam politik Indonesia. Dapat dilihat dari pemunculan protes kaum buruh, mahasiswa, pembentukan organisasi prodemokrasi, pembentukan kelompok pemantau pemilu, pembentukan kelompok pembela HAM yang dibuat pemerintah, pengembangan LSM dan organisasi sosial yang mengabdikan diri pada persoalan pemberdayaan kekuatan arus bawah, dan terakhir tidak kalah penting adalah revitalisasi kelompok intelektual independent yang aktif melibatkan diri dalam percaturan dan kegiatan yang berkaitan dengan upaya demokrasi. 
 Civil society telah menjadi tiang penyangga utama bangunan demokrasi dan menjadi keseimbangan bangsa (Purnomo,2004). Tanpa civil society bangunan demokrasi akan rapuh dan pincang dan mengakibatkan degrasi moral. Tidak stabilnya elite politik hanya mau merebutkan kekuasaan, bahkan cenderung melanggar HAM dan mengabaikan kepentingan rakyat. Mayoritas bangsa Indonesia hadir sebagai civil society yang tangguh dan perkasa, hal ini dapat dikaji bahwa rakyat sedikit yang main hakim sendiri kendati para penegak hukum dan pemerintah bertindak tidak tidak adil dalam menangani korupsi, kolusi, nepotisme (kompas, 23-10-2004). 
 Gerakan pro akan HAM untuk beberapa dekade ini sudah muncul dipermukaan. Gerakan ini berawal dari jatuhnya penguasa orde baru pada tahun 1998 dan memproklamirkan reformasi bangsa Indonesia. Apalagi secara konstitusi pada pasal 28 UUD 1945 mengatakan bahwa hak asasi manusia ditegakkan. Dan dilaksanakan oleh aturan pelaksana yaitu UU no 39 tahun 1999 tentang HAM. Bangsa Indonesia mau menjunjung tinggi nilai HAM. Tetapi yang menjadi persoalan adalah disatu sisi ada pihak-pihak tertentu yang sengaja melanggar HAM dan ini ada upaya untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa (disintegrasi). 

Gerakan Sosial 
Pelangaran terhadap HAM di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini belum dilakukan secara makasimal. Ada beberapa pelanggaran HAM yang telah terjadi di Indonesia misalnya (1). Pelanggaran HAM di Aceh, (2). Pelanggaran HAM di Ambon, (3). Pelanggaran HAM di Poso, (4). Kasus Tanjung Periuk, (5). Tragedy Trisakti, (6). Penutupan tempat ibadah di Jawa Barat, (7). Kasus kematian Munir, (8). Korban tabrakan di tol Jagorawi, (9). Kasus IPDN. Dalam kasus diatas civil society menjadi korban pemerkosaan hak-hak mereka, mestinya Negara konsisten untuk memberikan perlindungan kepada warganya, hal ini menjadi indikasi bahwa tidak adanya sikap hormat pengusa Negara terhadap HAM. Pada hal Negara seharusnya harus melindungi hak asasi manusia dari setiap warga negara. 
 Gerakan sosial yang konkrit dan kontekstual merupakan roh civil society demi membangun masa depan Indonesia yang adil, manusiawi, bersaudara dan beradab. Gerakan sosial bisa dipelopri (1). Lembaga swadaya masyarakat (LSM), (2). Kekutan-kekuatan agama sebagai organisme, (3). Para pelaku bisnis yang belum terkoptasi penguasa, (4). Media masa, (5). Buruh, (6). Pendidik, (7). Kaum intelektual (budayawan, sastrawan, seniman, dan rohaniwan). Komitmen gerakan sosial adalah menghentikan segalah bentuk eksploitasi terhadap masyarakat, kekerasan terhadap anak dan perempuan, memerhatikan para pengungsi, busung lapar, para buruh yang terdiskriminasi dan membuka ruang lebar bagi partisipasi masyarakat demi membela HAM. Paling rentan untuk Republik ini adalah menjaga agar tidak terjadi diskriminasi dari berbagai macam sudut pandang. Semoga dalam tulisan ini membuka pandangan kita terhadap ketiga hal penting tadi yaitu: Demokrasi, Civil Society dan HAM. A M I N.  

PENDIDIKAN BERBASIS BUDAYA

PENDIDIKAN BERBASIS BUDAYA

Oleh Konstantinus Noda,SS


PENGANTAR
 Ketika saya diminta oleh panitia melalui sms untuk menjadi nara sumber dalam diskusi ini tanpa pikir panjang lansung saya menjawab oke. Akan tetapi setelah saya menjawab seperti itu baru saya memulai berpikir dan bertanya, ah! Apa dan bagimana caranya menjadi nara sumber dalam sebuah diskusi. Karena baru sekarang ini setelah selesai kuliah saya mengenal lagi yang namanya diskusi. Apa lagi ini tentang budaya dan dunia pendidikan yang nota bene bukan bidang keahlian saya. Judul asli diskusi yang ditawarkan panitia kapada saya dalam sms itu “Budaya dan Pendidikan di Manggarai. Saya mengubah judulnya menjadi PENDIDIKAN BERBASIS BUDAYA. Disisi lain saya mempunyai sedikit pengalaman langsung dengan beberapa masyarakat di pedesaan khususnya beberapa masyarakat desa di Malang Jawa Timur. Dari interaksi secara langsung itu saya melihat betapa penting nilai budaya dan pendidikan baik formal, informal maupun non formal. Karena kebetulan sekali saya setiap hari berinteraksi langsung dengan mereka. Dari situ pula saya melihat bahwa budaya dan pendidikan itu dua hal yang berbeda tetapi saling melengkapi.

BUDAYA
a) Pengertian 
Budaya (culture) adalah suatu kebiasaan, tradisi setempat, pola hidup, tatanan sosial yang ada dalam suatu masyarakat, kelompok, komunitas, daerah tertentu, wilayah tertentu, yang sifatnya indah, santun atau sopan serta eksklusif. Ciri khas suatu budaya adalah estetis universal.
b) Budaya suatu masyarakat
Pada umumnya budaya suatu masyarakat tertentu sesuai yang sifatnya eksklusif kalau dipandang dari paradigma yang lebih luas (misalnya Negara) bisa dinilai atau diartikan bermacam-macam (multi interpretasi), akan tetapi kalau dilihat dari ciri khas, hakekat suatu budaya bersifat estetis universal bahwa budaya itu sesuatu yang positif (Bdk. kontroversi RUU anti pornografi dan porno aksi).


*) Bahan diskusi yang diselenggarakan oleh Ikatan Keluarga Besar Manggarai Timur (IKAMARTIM) Malang Raya tanggal 19 Oktober 2008
**) Penulis adalah alumnus Sekolah Tinggi Fisafat Teologi Widya Sasana Malang, sekarang pemerhati masalah social 

c) Nilai-nilai budaya
Budaya (culture) dalam suatu masyarakat itu bisa mempunyai nilai-nilai keindahan (estetika). Maka apabila memandang nilai-nilai itu sebagai sesuatu yang indah juga dengan sendirinya sebagai asset bangsa lepas dari berbeda-beda dari suatu masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Nilai positif dari suatu budaya berkarakter universal dan berkarakter lokal, itu semua nilainya indah. Karena itu budaya yang bernilai estetika baik lokal maupun universal harus dipertahankan atau dilestarikan hakikatnya. Lebih-lebih kalau kita berbicara budaya dalam konteks Indonesia (pluralisme)
d) Budaya ”pedang”
Budaya yang mempunyai nilai estetika universal tersebut juga bisa menjadi ”pedang” kalau suatu budaya sudah menjadi pedang maka dia bisa membunuh apa dan siapa saja. Dan itu bukan budaya dalam arti yang sebenarnya. Budaya dalam arti pedang adalah suatu kejahatan (Crime). Misalnya hedonisme, seks bebas, konsumerisme, mabukisme, judisme dst. Ada lagi satu budaya yang lagi naik down sekarang yaitu pesan singkat alias sms yang cenderung menghalalkan segala cara demi tujuan baik (bdk sms pesan rohani)
e) Budaya Religius
Nilai tertinggi suatu budaya adalah religius, artinya kebiasaan apa saja yang berada dalam suatu kelompok kalau ada nilai-nilai religiusitasnya. Culture seperti ini adalah nilai tertinggi, paling luhur dan mulia. Sebab mengandung pesan relasi personal antar manusia dengan pencipta. (bdk. contoh adat paka dia orang manggarai)

PENDIDIKAN
Sepintas dunia pendidikan sama dengan sekolah atau kuliah. Namun, kalau dipahami dan direfleksi lebih mendalam pendidikan bukan padanan atau sinonim dari sekolah atau kuliah. Mengapa? pendidikan (kata dasarnya didik, kata kerja mendidik, inggris to educate, to bring up} artinya suatu proses transformasi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan serta aspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi penerus dalam masyarakat melalui sebuah interaksi sosial. Sedangkan sekolah atau kuliah proses pengajaran yang ujung-ujungnya untuk memperoleh label atau sertifikat tertentu. Disamping itu pendidikan juga terjadi didalam suatu masyarakat itu dengan sendirinya (misalnya keluarga). Proses pendidikan ini disebut pendidikan non formal.  
 Menurut Undang-Undang, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk memwujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilanyang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS) 

Model-model pendidikan 
Pendidikan merupakan impian dan harapan semua masyarakat. Tujuan utama pendidikan adalah kemerdekaan, kebebasan dan kecerdasan bangsa. Pada umumnya satuan pendidikan itu terdiri dari: pendidikan formal, informal dan nonformal.
 
Pendidikan formal 
Berbicara mengenai pendidikan formal pasti mempunyai landasan refrensi refleksi. Refrensi refleksi pendidikan formal adalah berpedoman pada UU SISDIKNAS yang berdasar pancasila dan UUD 1945. pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi ( UU No 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS)
Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan yang diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan
 

b. Pendidikan menurut UUD 1945
Pendidikan menurut UUD 1945 tercantum pada alinea keempat yang berbunyi ”......Mencerdaskan kehidupan bangsa......”. Tujuan utama pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa di semua bidang kehidupan dan disiplin ilmu.

Jenis-Jenis Kecerdasan
Kecerdasan personal. Biasanya terlihat pada orang yang mudah bergaul dan bisa memimpin. 
Kecerdasan natural. Membuat orang menjadi pekah terhadap keadaan sekitarnya.
Kecerdasan interpersonal. Membuat orang mudah memahami dirinya sendiri, sadar akan dirinya sendiri.
kecerdasan logika. Kebanyakan dimiliki orang yang mempunyai minat dan bakat pada ilmu pengetahuan.
Kecerdasan bahasa. Biasanya ada pada penulis, pengarang, atau ahli pidato (orator)
Kecerdasan kinstetik. Biasanya terlihat pada atlet atau perajin.
Kecerdasan musik atau suara. Dimiliki oleh mereka yang berbakat pada dunia musik dan tarik suara.
Kecerdasan visual. Biasanya dimiliki oleh orang yang mudah membaca peta atau lebih suka menghafal pelajaran sambil membayangkannya. 
Kecerdasan asesoris. Biasanya terlihat pada para artis dan pelawak.
Kecerdasan intelektual. Biasanya dimiliki oleh mereka yang mempunyai profesi-profesi tertentu (Dokter, Dosen, guru, advokat dll)
Kecerdasan emosional. Biasanya terlihat pada orang-orang yang bisa mengontrol pribadinya (manajemen diri). 
Kecerdasan religius. Biasanya terlihat pada para pemimpin agama dan orang-orang yang memahami ajaran agama tertentu.
Dari beberapa jenis kecerdasan tersebut jelas sekali bahwa tujuan utama pendidikan untuk memerdekakan, membebaskan manusia dari segala keterbelakangan dan ketertindasan. Karena itu pendidikan diharapkan harus baik dan berkualitas. Selan itu pendidikan juga merupakan satu-satunya cara untuk mengembangkan diri, berkompetensi secara adil, membuka wawasan dan cara berpikir yang positif (positive thinking). Dengan Pendidikan dapat menjernihkan cara berpikir sempit, mencerdaskan pikiran serta menumbuh kembangkan hati nurani yang sehat, belajar hidup jujur dan terbuka termasuk membangkitkan semangat untuk membela yang lemah dan miskin. Pendidikan adalah sarana utama untuk mengontrol para penguasa yang tidak sesuai dengan cita-cita pendidikan itu. Pendidikan juga merupakan alat untuk melakukan transformasi dari kegelapan menuju pencerahan. Pendidikan memiliki dampak yang luar biasa untuk membuka kesadaran umat manusia dimuka bumi ini. Dalam konteks itu semua tujuan pendidikan menjadi jelas yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. 
  
c. Proses Transfer Pengetahuan
Pendidikan sebagai proses transfer pengetahuan kepada sesama (the process of transfer knowledge for the others} sering kali berhadapan dengan budaya lokal ataupun universal yang nota bene sudah hidup puluhan bahkan ratusan tahun. Disinilah dunia pendidikan ditantang. Agar pendidikan bisa hidup berdampingan dengan suatu budaya maka perlu adanya sistem pendidikan yang akomodatif. 
d. Sistem pendidikan
Pendidikan sebagai transfer ilmu pengetahuan ini bisa efektif kalau ada suatu sistem supaya sampai pada sasaran. Sistem pendidikan selama ini yang biasa dipakai di satuan pendidikan adalah sistem kurikulum. Akan tetapi kurikulum itu belum menyentuh sepenuhnya budaya setempat. Kurikulum sebagai komponen sistem pendidikan dipakai sebagai acuan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan berpikir (thinking skill). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional sebagai penggerak mesin utama pendidikan yaitu pembelajaran. Karena itu karakter dasar KTSP adalah:
Pemberian otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan
Partisapi masyarakat dan orang tua yang tinggi 
Kepemimpinan (leadership) yang demokratis dan profesional
Kerjasama (team work) yang kompak dan transparan
Sistem informasi yang jelas

Kemudian komite sekolah hanya merumuskan kurikulum tersebut. Kecerdasan merupakan kata kunci untuk memaksimalkan, menghasilkan potensi diri dan sangat personal untuk memwujudkan cita-cita budaya manusia. 

III. PENDIDIKAN DALAM KONTEKS BUDAYA MANGGARAI 
Sebagaimana diketahui budaya orang manggarai ada bermacam-macam dan sangat kompleksitas. Dalam diskusi ini saya mencoba mengangkat beberapa, diantaranya sistem kekerabatan (patriliner, perkawinan), sistem kemasyarakatan (interaksi sosial) 

e) Sistem kekerabatan
Sistem kekerabatan orang manggarai biasanya kebanyakan menganut paham patrilineal. Paham patrilineal artinya kebiasaan dalam suatu masyarakat yang menganggap kaum lelaki atau orang tua laki laki (ayah) lebih besar atau paling doniman status sosialnya bila dibandingkan dengan kaum hawa atau perempuan (ibu). Hal ini menunjukan bahwa laki laki seolah-olah lebih kuat dan bermutu dalam segala hal. Padahal kenyataannya status sosial tidaklah demikian. Manusia laki laki dan perempuan itu sama. Perbedaanya hanyalah jenis kelamin (gender) saja. Karena perbedaan gender inilah maka dalam sistem perkawinan orang manggarai ada istilah mas kawin (paca). Mas kawin (paca) ialah suatu sistem kekerabatan orang manggarai di dalam proses perkawinan adat. ”Dalam hal ini keluarga si gadis biasanya akan meminta suatu mas kawin (paca) yang tinggi dengan sejumlah kerbau dan kuda; sedangkan mereka juga akan memberi kepada keluarga si pemuda sebagai imbalan suatu pemberian yang besar juga. Hubungan yang terjadi antara kedua keluarga seperti itu, ialah antara keluarga pihak pemuda sebagai penerima gadis (anak wina) dan pihak pemudi sebagai pemberi gadis (anak rona) adalah biasanya amat formil”. 1) 


f) Sistem kemasyarakatan
”Sub suku bangsa manggarai telah mengenal suatu sistem organisasi kenegaraan sejak lama, ialah sejak abad ke 17”. 2) Dari sini dapat disimpulkan bahwa sistem kemasyarakatan orang manggarai tidak diragukan lagi. Dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara orang manggarai sepertinya menganut paham nasionalisme sebagai mana yang dianut oleh suku bangsa lainnya di bumi nusantara ini. Orang manggarai sudah lama memahami budaya pancasila dan UUD 45, walaupun tidak mengenal tulisan dan konsepnya. Mungkin salah satu akibat sikap positif dari mental para penjajah waktu itu yang selalu terorganisir. Refrensi ini sepertinya betul karena hampir semua peraturan terutama aturan hukum di negeri ini adalah produk impor. Hampir semua sistem kemasyarakatan orang manggarai mengikuti pola kolonial tadi. (Misal, tua beo, tua golo). Itu semua adalah garis komando. 

g) Hidup kerohanian 
Dari pengamatan yang tampak hidup kerohanian orang manggarai adalah variasi antara religius moderen dan religius tradisional. Religius moderen adalah upacara dan agama agama yang ada di manggarai. Orang manggarai mayoritas memeluk agama katolik. Sedangkan religius tradisional adalah semua upacara adat orang manggarai di luar ajaran agama. Bahkan secara tidak langsung kedua hidup kerohanian ini duduk berdampingan. ”Hidup kerohanian seperti ini adalah mengikuti kehendak hati nurani” 3). Di dalam dunia pendidikan hidup kerohanian seperti ini hendaknya perlu dikaji lebih mendalam. Bagaimana dengan dunia pendidkan?
h) Pendidikan
Berbicara mengenai dunia pendidikan, khususnya pendidikan di manggarai idealnya tidak terlepas dari budaya setempat. Persoalannya sekarang, apakah budaya budaya yang ada di manggarai bisa menjadi salah sumber atau tidak? Masuk nominasikah budaya itu untuk memasukan dalam kurikulum satuan tingkat pendidikan yang berbasis kompetensi?

 1). Prof. Dr. Koentjaraningrat, 2002, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Djambatan, Jakarta, hal 195
2). Idem, hal 197
3). Adalah kalimat untuk menjelaskan begitu penting dan mendalanm hidup kerohaniaan itu

MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

Oleh: Karel K. Arsima

Orang yang berada pada suatu Negara tertentu dan memenuhi norma-norma yang ada disuatu Negara itu akan menjadi warga Negara. Secara hakiki penentuan warga Negara itu menganut 3 azaz yaitu: Ius soli, Ius Sangunius dan Naturalisasi (pewarganegaraan). Yang ditekankan menjadi warga Negara yang baik adalah sikap dan pola pikir yang biasanya diterima oleh seluruh warga Negara. Dan menjadi warga Negara harus memahami dan melaksanakan hak dan kewajibannya

Berbicara tentang warga Negara ada kaitannya dengan Negara karena warga Negara adalah salah satu unsur dari Negara. Pengaruh warga Negara dalam perkembangan dan kemajuan suatu Negara menjadi bagian yang terpenting karena penekanan pada sikap, prilaku dan pola pikir yang universal. Tujuan utama berdirinya suatu Negara adalah mencapai suatu kebebasan, perlindungan dan kesejahteraan setiap warga Negara. Oleh karena itu kemajuan dan kemunduran mempunyai kaitan dengan perkembangan warga Negara begitu pun sebaliknya sikap dan pandangan setiap warga Negara tentang negaranya akan membawah Negara kedepan. 

ARTI WARGA NEGARA
Pandangan setiap warga Negara tentang makna dari warga Negara hampir sama. Kedudukan setiap warga Negara dalam tata kehidupan bermasyarakat dan pemerintahan serta hukum mempunyai kedudukan yang sama seperti yang tercantum dalam pasal 27 UUD 1945. Namun yang menjadi suatu pertanyaan, apakah orang yang berada disuatu Negara dikatakan warga Negara?, ternyata tidak. Yang dimaksudkan dengan warga Negara adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu dalam hubungannya dengan Negara. Dalam hubungan antara warganegara dan Negara, warga Negara mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap Negara dan sebaliknya warga Negara juga mempunyai hak-hak yang harus diberikan dan dilindung oleh Negara. 
Timbulnya warga Negara terjadi secara alami dan yuridis dan dikenal dengan 3 asas: Pertama, Ius Sangunius: adalah asas keturunan atau hubungan darah, artinya bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh orang tuanya. Kedua, Ius Soli: adalah asas daerah kelahiran, artinya asas bahwa status kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya. Ketiga, Naturalisasi: adalah kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh hukum atas dasar keinginannya sendiri. Contoh: pindah warga Negara. Dari ketiga asas diatas mempunyai landasan bagi setiap rakyat untuk menentukan warga negaranya sesuai keinginannya masing-masing. Dari sini dapat kita lihat bahwa ada kebebasan untuk menentukan warga negaranya. Selain dari pada itu pemindahan atau penentuan warga Negara harus mengikuti norma-norma yang berlaku dan mempunyai dasar yang kuat baik secara yuridis maupun sosiologis. 

WARGA NEGARA YANG BAIK 
Cita-cita luhur Bangsa Indonesia adalah setiap rakyat Indonesia yang mempunyai jiwa warga Negara yang baik. Yang menjadi indikator warga Negara yang baik adalah sebagai berikut: Pertama, Ber-Tuhan. Artinya warga Negara yang menempatkan Tuhan sebagai kekuasaan tertinggi sebagai maha pencipta (kuasa prima), dengan wujud sikap sebagai umat yang beragama dan beriman. Kedua, Cara pandang nasional. Artinya pemikiran dan prilaku setiap warga Negara berpedoman pada ideology kebangsaan (nasionalisme). Ketiga, Berjiwa besar. Artinya warga Negara tidak mengedepankan kepentingan pribadi atau golongan tetapi memperhatikan kepentingan umum. Keempat, Berjiwa integritas. Artinya warga Negara selalu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan selalu mengingatkan orang yang merongrong Kesatuan Bangsa Indonesia (patriotisme).
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) lebih mengedepankan hukum (menjunjung tinggi hukum) demi keadilan dan kebenaran. Oleh karena itu untuk memwujudkan warga Negara yang baik akan diuraikan dalam UUD 1945 mengenai hak dan kewajiban warga Negara, seperti: (a). Pasal 27 ayat (1) menetapkan hak warga Negara yang sama dalam hukum dan pemerintahan, serta kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan. (b). Pasal 27 ayat (2) menetapkan hak warga Negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. (c). Pasal 27 ayat (3) dalam perubahan kedua UUD 1945 menetapkan hak dan kewajiban warga Negara untuk ikut serta dalam upaya pembelaan Negara. (d). Pasal 28 menetapakan hak kemerdekaan warga negara untuk berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. (e). Pasal 29 ayat (2) menyebutkan adanya hak kemerdekaan untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya. (f). Pasal 30 ayat (1) dalam perubahan kedua UUD 1945 menyebutkan hak dan kewajiban warga Negara untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara. (g). Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran. Hak dan kewajiban yang telah diatur dalam UUD 1945 merupakan hak dan kewajiban secara yuridis formil, tetapi ada hak dan kewajiban sebagai warga Negara yang berlaku dimasyarakat seperti: kebiasaan-kebiasaan pada suatu daerah tertentu, komunikasi sosial (tindakan sosial), tindakan sosial dan nilai-nilai agama masing-masing. 
Menjadi warga Negara yang baik memang bukan sesuatu hal yang mudah dan gampang, tetapi membutuhkan keinginan dan keseriusan dari setiap orang. Awal terbentuknya menjadi warga Negara yang baik berasal dari dalam diri masing-masing (sikap moral), moral yang baik akan memwujudkan sikap yang nasionalis, patriotis dan pancasilais. Yang harus disadari bahwa jiwa yang suci akan diwujudkan dalam sikap atau perbuatannya. Lantas bagaimana dengan moral warga Negara Indonesia?. Oleh karena itu menginginkan warga Negara yang baik maka akan dibina semangat dan jiwa yang luhur (nasionalisme bukan chauvinisme) atau rekonstruksi moral bangsa.!!!