Rabu, 26 November 2008

PENDIDIKAN BERBASIS BUDAYA

PENDIDIKAN BERBASIS BUDAYA

Oleh Konstantinus Noda,SS


PENGANTAR
 Ketika saya diminta oleh panitia melalui sms untuk menjadi nara sumber dalam diskusi ini tanpa pikir panjang lansung saya menjawab oke. Akan tetapi setelah saya menjawab seperti itu baru saya memulai berpikir dan bertanya, ah! Apa dan bagimana caranya menjadi nara sumber dalam sebuah diskusi. Karena baru sekarang ini setelah selesai kuliah saya mengenal lagi yang namanya diskusi. Apa lagi ini tentang budaya dan dunia pendidikan yang nota bene bukan bidang keahlian saya. Judul asli diskusi yang ditawarkan panitia kapada saya dalam sms itu “Budaya dan Pendidikan di Manggarai. Saya mengubah judulnya menjadi PENDIDIKAN BERBASIS BUDAYA. Disisi lain saya mempunyai sedikit pengalaman langsung dengan beberapa masyarakat di pedesaan khususnya beberapa masyarakat desa di Malang Jawa Timur. Dari interaksi secara langsung itu saya melihat betapa penting nilai budaya dan pendidikan baik formal, informal maupun non formal. Karena kebetulan sekali saya setiap hari berinteraksi langsung dengan mereka. Dari situ pula saya melihat bahwa budaya dan pendidikan itu dua hal yang berbeda tetapi saling melengkapi.

BUDAYA
a) Pengertian 
Budaya (culture) adalah suatu kebiasaan, tradisi setempat, pola hidup, tatanan sosial yang ada dalam suatu masyarakat, kelompok, komunitas, daerah tertentu, wilayah tertentu, yang sifatnya indah, santun atau sopan serta eksklusif. Ciri khas suatu budaya adalah estetis universal.
b) Budaya suatu masyarakat
Pada umumnya budaya suatu masyarakat tertentu sesuai yang sifatnya eksklusif kalau dipandang dari paradigma yang lebih luas (misalnya Negara) bisa dinilai atau diartikan bermacam-macam (multi interpretasi), akan tetapi kalau dilihat dari ciri khas, hakekat suatu budaya bersifat estetis universal bahwa budaya itu sesuatu yang positif (Bdk. kontroversi RUU anti pornografi dan porno aksi).


*) Bahan diskusi yang diselenggarakan oleh Ikatan Keluarga Besar Manggarai Timur (IKAMARTIM) Malang Raya tanggal 19 Oktober 2008
**) Penulis adalah alumnus Sekolah Tinggi Fisafat Teologi Widya Sasana Malang, sekarang pemerhati masalah social 

c) Nilai-nilai budaya
Budaya (culture) dalam suatu masyarakat itu bisa mempunyai nilai-nilai keindahan (estetika). Maka apabila memandang nilai-nilai itu sebagai sesuatu yang indah juga dengan sendirinya sebagai asset bangsa lepas dari berbeda-beda dari suatu masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Nilai positif dari suatu budaya berkarakter universal dan berkarakter lokal, itu semua nilainya indah. Karena itu budaya yang bernilai estetika baik lokal maupun universal harus dipertahankan atau dilestarikan hakikatnya. Lebih-lebih kalau kita berbicara budaya dalam konteks Indonesia (pluralisme)
d) Budaya ”pedang”
Budaya yang mempunyai nilai estetika universal tersebut juga bisa menjadi ”pedang” kalau suatu budaya sudah menjadi pedang maka dia bisa membunuh apa dan siapa saja. Dan itu bukan budaya dalam arti yang sebenarnya. Budaya dalam arti pedang adalah suatu kejahatan (Crime). Misalnya hedonisme, seks bebas, konsumerisme, mabukisme, judisme dst. Ada lagi satu budaya yang lagi naik down sekarang yaitu pesan singkat alias sms yang cenderung menghalalkan segala cara demi tujuan baik (bdk sms pesan rohani)
e) Budaya Religius
Nilai tertinggi suatu budaya adalah religius, artinya kebiasaan apa saja yang berada dalam suatu kelompok kalau ada nilai-nilai religiusitasnya. Culture seperti ini adalah nilai tertinggi, paling luhur dan mulia. Sebab mengandung pesan relasi personal antar manusia dengan pencipta. (bdk. contoh adat paka dia orang manggarai)

PENDIDIKAN
Sepintas dunia pendidikan sama dengan sekolah atau kuliah. Namun, kalau dipahami dan direfleksi lebih mendalam pendidikan bukan padanan atau sinonim dari sekolah atau kuliah. Mengapa? pendidikan (kata dasarnya didik, kata kerja mendidik, inggris to educate, to bring up} artinya suatu proses transformasi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan serta aspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi penerus dalam masyarakat melalui sebuah interaksi sosial. Sedangkan sekolah atau kuliah proses pengajaran yang ujung-ujungnya untuk memperoleh label atau sertifikat tertentu. Disamping itu pendidikan juga terjadi didalam suatu masyarakat itu dengan sendirinya (misalnya keluarga). Proses pendidikan ini disebut pendidikan non formal.  
 Menurut Undang-Undang, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk memwujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilanyang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS) 

Model-model pendidikan 
Pendidikan merupakan impian dan harapan semua masyarakat. Tujuan utama pendidikan adalah kemerdekaan, kebebasan dan kecerdasan bangsa. Pada umumnya satuan pendidikan itu terdiri dari: pendidikan formal, informal dan nonformal.
 
Pendidikan formal 
Berbicara mengenai pendidikan formal pasti mempunyai landasan refrensi refleksi. Refrensi refleksi pendidikan formal adalah berpedoman pada UU SISDIKNAS yang berdasar pancasila dan UUD 1945. pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi ( UU No 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS)
Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan yang diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan
 

b. Pendidikan menurut UUD 1945
Pendidikan menurut UUD 1945 tercantum pada alinea keempat yang berbunyi ”......Mencerdaskan kehidupan bangsa......”. Tujuan utama pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa di semua bidang kehidupan dan disiplin ilmu.

Jenis-Jenis Kecerdasan
Kecerdasan personal. Biasanya terlihat pada orang yang mudah bergaul dan bisa memimpin. 
Kecerdasan natural. Membuat orang menjadi pekah terhadap keadaan sekitarnya.
Kecerdasan interpersonal. Membuat orang mudah memahami dirinya sendiri, sadar akan dirinya sendiri.
kecerdasan logika. Kebanyakan dimiliki orang yang mempunyai minat dan bakat pada ilmu pengetahuan.
Kecerdasan bahasa. Biasanya ada pada penulis, pengarang, atau ahli pidato (orator)
Kecerdasan kinstetik. Biasanya terlihat pada atlet atau perajin.
Kecerdasan musik atau suara. Dimiliki oleh mereka yang berbakat pada dunia musik dan tarik suara.
Kecerdasan visual. Biasanya dimiliki oleh orang yang mudah membaca peta atau lebih suka menghafal pelajaran sambil membayangkannya. 
Kecerdasan asesoris. Biasanya terlihat pada para artis dan pelawak.
Kecerdasan intelektual. Biasanya dimiliki oleh mereka yang mempunyai profesi-profesi tertentu (Dokter, Dosen, guru, advokat dll)
Kecerdasan emosional. Biasanya terlihat pada orang-orang yang bisa mengontrol pribadinya (manajemen diri). 
Kecerdasan religius. Biasanya terlihat pada para pemimpin agama dan orang-orang yang memahami ajaran agama tertentu.
Dari beberapa jenis kecerdasan tersebut jelas sekali bahwa tujuan utama pendidikan untuk memerdekakan, membebaskan manusia dari segala keterbelakangan dan ketertindasan. Karena itu pendidikan diharapkan harus baik dan berkualitas. Selan itu pendidikan juga merupakan satu-satunya cara untuk mengembangkan diri, berkompetensi secara adil, membuka wawasan dan cara berpikir yang positif (positive thinking). Dengan Pendidikan dapat menjernihkan cara berpikir sempit, mencerdaskan pikiran serta menumbuh kembangkan hati nurani yang sehat, belajar hidup jujur dan terbuka termasuk membangkitkan semangat untuk membela yang lemah dan miskin. Pendidikan adalah sarana utama untuk mengontrol para penguasa yang tidak sesuai dengan cita-cita pendidikan itu. Pendidikan juga merupakan alat untuk melakukan transformasi dari kegelapan menuju pencerahan. Pendidikan memiliki dampak yang luar biasa untuk membuka kesadaran umat manusia dimuka bumi ini. Dalam konteks itu semua tujuan pendidikan menjadi jelas yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. 
  
c. Proses Transfer Pengetahuan
Pendidikan sebagai proses transfer pengetahuan kepada sesama (the process of transfer knowledge for the others} sering kali berhadapan dengan budaya lokal ataupun universal yang nota bene sudah hidup puluhan bahkan ratusan tahun. Disinilah dunia pendidikan ditantang. Agar pendidikan bisa hidup berdampingan dengan suatu budaya maka perlu adanya sistem pendidikan yang akomodatif. 
d. Sistem pendidikan
Pendidikan sebagai transfer ilmu pengetahuan ini bisa efektif kalau ada suatu sistem supaya sampai pada sasaran. Sistem pendidikan selama ini yang biasa dipakai di satuan pendidikan adalah sistem kurikulum. Akan tetapi kurikulum itu belum menyentuh sepenuhnya budaya setempat. Kurikulum sebagai komponen sistem pendidikan dipakai sebagai acuan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan berpikir (thinking skill). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional sebagai penggerak mesin utama pendidikan yaitu pembelajaran. Karena itu karakter dasar KTSP adalah:
Pemberian otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan
Partisapi masyarakat dan orang tua yang tinggi 
Kepemimpinan (leadership) yang demokratis dan profesional
Kerjasama (team work) yang kompak dan transparan
Sistem informasi yang jelas

Kemudian komite sekolah hanya merumuskan kurikulum tersebut. Kecerdasan merupakan kata kunci untuk memaksimalkan, menghasilkan potensi diri dan sangat personal untuk memwujudkan cita-cita budaya manusia. 

III. PENDIDIKAN DALAM KONTEKS BUDAYA MANGGARAI 
Sebagaimana diketahui budaya orang manggarai ada bermacam-macam dan sangat kompleksitas. Dalam diskusi ini saya mencoba mengangkat beberapa, diantaranya sistem kekerabatan (patriliner, perkawinan), sistem kemasyarakatan (interaksi sosial) 

e) Sistem kekerabatan
Sistem kekerabatan orang manggarai biasanya kebanyakan menganut paham patrilineal. Paham patrilineal artinya kebiasaan dalam suatu masyarakat yang menganggap kaum lelaki atau orang tua laki laki (ayah) lebih besar atau paling doniman status sosialnya bila dibandingkan dengan kaum hawa atau perempuan (ibu). Hal ini menunjukan bahwa laki laki seolah-olah lebih kuat dan bermutu dalam segala hal. Padahal kenyataannya status sosial tidaklah demikian. Manusia laki laki dan perempuan itu sama. Perbedaanya hanyalah jenis kelamin (gender) saja. Karena perbedaan gender inilah maka dalam sistem perkawinan orang manggarai ada istilah mas kawin (paca). Mas kawin (paca) ialah suatu sistem kekerabatan orang manggarai di dalam proses perkawinan adat. ”Dalam hal ini keluarga si gadis biasanya akan meminta suatu mas kawin (paca) yang tinggi dengan sejumlah kerbau dan kuda; sedangkan mereka juga akan memberi kepada keluarga si pemuda sebagai imbalan suatu pemberian yang besar juga. Hubungan yang terjadi antara kedua keluarga seperti itu, ialah antara keluarga pihak pemuda sebagai penerima gadis (anak wina) dan pihak pemudi sebagai pemberi gadis (anak rona) adalah biasanya amat formil”. 1) 


f) Sistem kemasyarakatan
”Sub suku bangsa manggarai telah mengenal suatu sistem organisasi kenegaraan sejak lama, ialah sejak abad ke 17”. 2) Dari sini dapat disimpulkan bahwa sistem kemasyarakatan orang manggarai tidak diragukan lagi. Dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara orang manggarai sepertinya menganut paham nasionalisme sebagai mana yang dianut oleh suku bangsa lainnya di bumi nusantara ini. Orang manggarai sudah lama memahami budaya pancasila dan UUD 45, walaupun tidak mengenal tulisan dan konsepnya. Mungkin salah satu akibat sikap positif dari mental para penjajah waktu itu yang selalu terorganisir. Refrensi ini sepertinya betul karena hampir semua peraturan terutama aturan hukum di negeri ini adalah produk impor. Hampir semua sistem kemasyarakatan orang manggarai mengikuti pola kolonial tadi. (Misal, tua beo, tua golo). Itu semua adalah garis komando. 

g) Hidup kerohanian 
Dari pengamatan yang tampak hidup kerohanian orang manggarai adalah variasi antara religius moderen dan religius tradisional. Religius moderen adalah upacara dan agama agama yang ada di manggarai. Orang manggarai mayoritas memeluk agama katolik. Sedangkan religius tradisional adalah semua upacara adat orang manggarai di luar ajaran agama. Bahkan secara tidak langsung kedua hidup kerohanian ini duduk berdampingan. ”Hidup kerohanian seperti ini adalah mengikuti kehendak hati nurani” 3). Di dalam dunia pendidikan hidup kerohanian seperti ini hendaknya perlu dikaji lebih mendalam. Bagaimana dengan dunia pendidkan?
h) Pendidikan
Berbicara mengenai dunia pendidikan, khususnya pendidikan di manggarai idealnya tidak terlepas dari budaya setempat. Persoalannya sekarang, apakah budaya budaya yang ada di manggarai bisa menjadi salah sumber atau tidak? Masuk nominasikah budaya itu untuk memasukan dalam kurikulum satuan tingkat pendidikan yang berbasis kompetensi?

 1). Prof. Dr. Koentjaraningrat, 2002, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Djambatan, Jakarta, hal 195
2). Idem, hal 197
3). Adalah kalimat untuk menjelaskan begitu penting dan mendalanm hidup kerohaniaan itu

Tidak ada komentar: